Jakarta, Kamis (12 Desember 2013) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) menyelenggarakan Simposium Nasional dengan tema “Menyongsong Penerapan COSO 2013 dan ERM di Lingkungan BUMN” di Auditorium Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK, Jakarta, pada hari ini (12/12). Acara ini dibuka secara resmi oleh Anggota BPK, Bahrullah Akbar, B.Sc., Drs., S.E., M.B.A. Simposium ini menghadirkan narasumber Direktur Akademis Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA), Hari Setianto, serta Managing Director PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Sentot A. Sentausa. Simposium ini diikuti oleh Rektor Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN), Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP), Forum Komunikasi Satuan Pengawas Intern (FKSPI) BUMN, dan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), serta pejabat di lingkungan BPK.
BUMN merupakan perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan mempunyai kewajiban untuk menetapkan suatu sistem pengendalian intern yang efektif untuk mengamankan investasi dan aset perusahaan. Disamping itu, BUMN harus dapat mengelola risiko usaha dalam setiap pengambilan keputusan/tindakan, mengingat dalam era globalisasi ini terjadi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat. BUMN dituntut untuk tetap bisa bersaing baik di dalam negeri maupun di pasar internasional. Oleh karena itu Direksi BUMN wajib merancang dan menerapkan sistem pengendalian intern yang efektif dan mengelola risiko perusahaan secara terpadu yang merupakan bagian dari pelaksanaan program Good Corporate Governance (GCG). Selain untuk para pengelola BUMN, pemahaman terhadap rancangan dan efektivitas penerapan sistem pengendalian intern dan pengelolaan risiko perusahaan menjadi suatu keharusan bagi para auditor internal dan auditor eksternal. Apalagi dengan penggunaan risk based audit, dimana auditor diharuskan melakukan pengujian yang lebih mendalam terhadap area-area yang mempunyai resiko terjadinya penyimpangan yang tinggi.
Penerapan sistem pengendalian intern yang efektif dan pengelolaan risiko perusahaan secara terpadu menjadi sangat penting mengingat jumlah aset negara yang dikelola oleh BUMN sangat signifikan. Jumlah aset yang dikelola BUMN per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp3.534 triliun, dan dari jumlah tersebut, sebesar Rp656,7 triliun merupakan kepemilikan negara (equity). Selain itu, dari total laba bersih BUMN Tahun 2012 sebesar Rp139,4 triliun, diantaranya laba yang menjadi bagian pemerintah (dividen) sebesar Rp30,8 triliun. Sementara itu, jumlah investasi/Penyertaan Modal Negara kepada BUMN dalam Tahun 2012 adalah sebesar Rp15,3 triliun dan jumlah Penyertaan Modal Negara dalam 5 tahun terakhir mencapai Rp39,98 triliun. Besarnya Penyertaan Modal Negara tersebut belum termasuk penyertaan negara yang belum ditetapkan statusnya (BPYBDS), yaitu sebesar Rp36,6 triliun sampai dengan 31 Desember 2012.
Selain mengelola aset negara, beberapa BUMN juga merupakan pelaksana program subsidi /PSO pemerintah, yaitu subsidi energi, subsidi pupuk, subsidi beras, dan public service obligation (PSO). Pada Semester I Tahun 2013, BPK telah melakukan pemeriksaan atas subsidi/PSO pada 10 entitas di lingkungan BUMN dan telah mengoreksi perhitungan subsidi/PSO Tahun 2012 senilai Rp9,03 triliun, sehingga total subsidi/PSO yang harus dibayar pemerintah turun dari Rp378,32 triliun menjadi Rp369,29 triliun.
Pada Semester I Tahun 2013, BPK telah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) pada 21 objek pemeriksaan di lingkungan BUMN dan menemukan 510 kasus yang terdiri atas 234 kasus kelemahan sistem pengendalian intern dan 276 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Dari jumlah kasus ketidakpatuhan, dapat dirinci bahwa : (1) sebanyak 3 kasus merupakan temuan kerugian negara sebesar Rp1,32 miliar; 38 kasus merupakan temuan kerugian perusahaan/korporasi sebesar Rp1,77 triliun, dan 52 kasus merupakan temuan kekurangan penerimaan sebesar Rp832,93 miliar; dan (2) sebanyak 6 kasus merupakan temuan ketidakhematan sebesar Rp4.19 miliar; sebanyak 2 kasus merupakan temuan ketidakefisienan sebesar Rp2,28 miliar; dan sebanyak 28 kasus merupakan temuan ketidakefektivan sebesar Rp44,75 triliun.
Dengan penyelenggaraan simposium ini diharapkan para pelaku usaha atau pengelola BUMN dapat meningkatkan efektivitas penerapan sistem pengendalian intern dan pengelolaan risiko perusahaan secara terpadu, menyeluruh dan dalam jangka panjang. Dengan demikian, kasus-kasus yang terjadi, baik terkait dengan kelemahan sistem pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diminimalkan. Simposium ini diselenggarakan dengan tujuan untuk (1) memperoleh pemahaman yang memadai atas The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) 2013 dan Enterprise Risk Management (ERM) serta pengetahuan atas praktek-praktek terbaik (best practice) dari penerapan COSO 2013 dan ERM; (2) para peserta seminar, baik dari kalangan manajemen BUMN, maupun pengawas dan pemeriksa memiliki kesamaan persepsi terhadap konsep dan penerapan COSO 2013 dan ERM; dan (3) memberikan masukan konstruktif terhadap penerapan COSO 2013 dan ERM di lingkungan BUMN. Melalui simposium ini diharapkan akan muncul pemikiran-pemikiran strategis yang didasarkan pada pengalaman empiris dan selanjutnya mengimplementasikan hasilnya untuk meningkatkan nilai tambah bagi perusahaan masing-masing.
Biro Humas dan Luar Negeri