Jakarta, Rabu (12 September 2012) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) akan melakukan pemeriksaan kinerja atas penetapan formasi dan pengadaan pegawai negeri sipil (PNS) Tahun 2009 dan 2010. Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan Pasal 6 ayat (3) Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Penjelasan mengenai rencana pemeriksaan tersebut disampaikan oleh Anggota BPK RI, Dr.Agung Firman Sampurna, S.E., M.Si. dalam konferensi pers yang berlangsung di kantor pusat BPK RI pada hari ini (12/9).
Pemeriksaan dilakukan untuk menilai efektivitas pelaksanaan kegiatan penetapan formasi dan pengadaan PNS, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi penetapan formasi dan pengadaan PNS. Pemeriksaan akan dilakukan pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta mengambil sampel pada 5 (lima) instansi pusat dan 33 instansi daerah.
Pemeriksaan ini merupakan lanjutan dari pilot project pemeriksaan kinerja atas penetapan formasi dan pengadaan PNS yang telah dilakukan oleh BPK RI pada Tahun 2011 di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara serta sampel pada 4 (empat) instansi yaitu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (sekarang Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara, dan Pemerintah Kota Bekasi. Dari hasil pemeriksaan kinerja yang telah dilakukan, BPK mengindikasikan permasalahan atas proses penetapan formasi dan pengadaan PNS.
Permasalahan terkait penetapan formasi, antara lain: (1) Pengendalian intern atas pengelolaan data kepegawaian tidak sesuai ketentuan; (2) Database pegawai menurut sistem kepegawaian instansi berbeda dengan database pegawai menurut Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) yang dikelola Badan Kepegawaian Negara; (3) Belum ada SOP dan sosialisasi untuk kegiatan pengusulan formasi PNS di instansi pengusul; dan (4) Usulan tambahan formasi dari instansi (Lembaga/Provinsi/Kabupaten/Kota) belum berdasarkan analisis kebutuhan (analisis beban kerja dan analisis jabatan).
Permasalahan terkait pengadaan PNS, antara lain: (1) Panitia pengadaan CPNS tidak didukung dengan uraian tugas yang jelas; (2) Seleksi administrasi penerimaan CPNS tidak cermat; (3) Pengolahan lembar jawaban komputer (LJK) tidak sesuai ketentuan; (4) Latar belakang pendidikan dan penempatan pelamar yang lulus tidak sama dengan formasi yang ditetapkan; (5) Pengajuan usulan penetapan NIP tidak sesuai ketentuan; (6) Dokumen pengadaan tidak dikelola sesuai ketentuan; (7) Proses verifikasi dan validasi dokumen persyaratan administrasi tenaga honorer tidak sesuai dengan ketentuan; (8) Proses pengangkatan tenaga honorer dan sekdes tidak didokumentasikan dengan baik; dan (9) Penempatan sekdes oleh pemerintah kabupaten/kota tidak sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mengambil kebijakan moratorium penerimaan PNS pada tahun 2011 dan 2012 dikarenakan jumlah PNS yang cukup besar membawa konsekuensi pada membengkaknya jumlah belanja pegawai yang harus ditanggung oleh pemerintah. Jumlah seluruh PNS pada tahun 2006 adalah sebanyak 3.725.229 pegawai dan pada tahun 2009 jumlah tersebut meningkat menjadi 4.524.205 pegawai atau mengalami kenaikan sebesar 21% selama periode 2006-2009. Jumlah belanja pegawai yang dibayar pemerintah pusat pada tahun 2006 adalah sebesar Rp73,25 T. Namun pada tahun 2009, jumlah belanja pegawai tersebut telah meningkat menjadi sebesar Rp127,67 T atau naik sebesar 74% selama periode 2006-2009. Untuk pemerintah daerah, jumlah belanja pegawai tahun 2006 yang dibayar oleh seluruh pemerintah daerah adalah sebesar Rp102,33 T namun pada tahun 2009 jumlah belanja pegawai yang dibayar adalah sebesar Rp180,99 T atau naik sebesar 77% selama periode 2006-2009.
BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI BPK RI