Minggu, 28 November 2010 | 18:03 WIB
Maros – Bupati Maros M. Hatta Rahman mengakui manajemen pemerintahan dan keuangan di wilayahnya terburuk. Berbagai persoalan keuangan termasuk daftar utang anggaran belum selesai. ”Dari 24 kabupaten di Sulawesi Selatan, kami berada di urutan terakhir,” ujar Hatta di kantornya, Jumat (26/11).
Hatta mengungkapkan, buruknya keuangan mulai dari laporan pendapatan per kapita masyarakat. Maros, dia melanjutkan, pendapatan per kapita per tahun hanya Rp 7,5 juta. Jumlah ini berbeda sedikit dengan kabupaten Mamuju. Pendapatan per kapita daerah paling ujung dari wilayah Sulawesi Selatan itu mencapai Rp 8 juta per tahun. Hatta juga mengatakan, dari jumlah penduduk Maros sebanyak 300 ribu, sekitar 50 ribu jiwa masih di bawah garis kemiskinan. Dengan kondisi ini, Hatta mengatakan tidak ada yang bisa dibanggakan oleh Maros. “Kecuali pendapatan hasil beras,” ujarnya.
Wawan Mattaliu, anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Sulawesi Selatan, mengatakan buruknya administrasi keuangan Maros menjadi contoh pembahasan dalam pertemuan ketua fraksi DPRD se-Indonesia Timur dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pusat. Pertemuan digelar di Hotel Westin Nusa Dua, Bali, baru-baru ini. ”Saya sendiri risih saat menghadiri acara itu,” ujarnya .
Putra asli Maros ini mengungkapkan, Maros menjadi satu-satunya kabupaten di kawasan timur Indonesia yang dianggap mengganggu keuangan provinsi. Sebab, dia melanjutkan, dalam daftar utang Maros ada sangkut pautnya dengan bantuan keuangan yang disalurkan provinsi Sulawesi Selatan.
Hatta menegaskan akan terus melakukan perbaikan manajemen pemerintahan. Dia berjanji segera melakukan reformasi dan pembinaan total terhadap birokrasi pemerintahan. Maka, langkah yang bakal dilakukan adalah memperbaiki kinerja kepala instansi di Maros. ”Jika tidak sanggup, kami akan ganti,” ujarnya. Jumadi