BPK: Wajar Dengan Pengecualian atas LKPP Tahun 2012

Jakarta, Selasa (11 Juni 2013) – Memenuhi Pasal 17 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK),  Drs. Hadi Poernomo, Ak. menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat   (LHP LKPP) Tahun 2012 kepada DPR RI dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta pada hari ini (11/6). Dalam penyampaian LHP LKPP tersebut, hadir pula Wakil Ketua dan Anggota BPK serta pejabat pelaksana BPK.

LKPP merupakan bentuk pertangungjawaban pelaksanaan APBN oleh Pemerintah Pusat. LKPP Tahun 2012 meliputi dari Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2012 dan 2011, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut, serta Catatan atas Laporan Keuangan.

Sebelum LKPP Tahun 2012 dibahas DPR sebagai pertanggungjawaban APBN Tahun 2012, LKPP tersebut diperiksa BPK. Setelah BPK menerima LKPP tersebut dari Pemerintah, BPK memeriksa LKPP tersebut dan menyampaikan LHP atas LKPP tersebut kepada DPR, DPD, dan juga Pemerintah Pusat.

LHP LKPP Tahun 2012 terdiri dari enam buku, yaitu: (1) Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksan atas LKPP Tahun 2012; (2) LHP atas LKPP Tahun 2012; (3) LHP Sistem Pengendalian Intern (SPI) LKPP Tahun 2012; (4) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan LKPP Tahun 2012; (5) Laporan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan atas LKPP Tahun 2007-2011; dan (6) Laporan Tambahan berupa Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Tahun 2012.

BPK memberikan opini “Wajar Dengan Pengecualian” (WDP) atas LKPP Tahun 2012. Opini WDP tersebut sama dengan opini BPK untuk LKPP Tahun 2011. Pengecualian (qualification) pada LKPP Tahun 2012 meliputi empat hal sebagai berikut:

1. Untung atau rugi selisih kurs dari seluruh transaksi yang menggunakan mata uang asing belum dilakukan sesuai Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan terkait yang berpengaruh pada realisasi penerimaan dan/atau belanja;

2. Kelemahan penganggaran dan penggunaan Belanja Barang, Belanja Modal, dan Belanja Bantuan Sosial, yaitu:

  • Kelemahan pengendalian dan pelaksanaan revisi DIPA sehingga realisasi belanja melampaui DIPA sebesar   Rp11,37 triliun untuk selain Belanja Pegawai;
  • Belanja Barang dan Belanja Modal yang melanggar ketentuan perundang-undangan dan berindikasi merugikan negara sebesar Rp546,01 miliar, termasuk yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp240,16 miliar dan
  • Pembayaran Belanja Barang dan Belanja Modal di akhir tahun sebesar Rp1,31 triliun tidak sesuai realisasi fisik;
  • Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp1,91 triliun masih mengendap di rekening pihak ketiga dan/atau rekening penampungan kementerian negara/lembaga dan tidak disetor ke kas negara; dan
  • Penggunaan Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp269,98 miliar tidak sesuai dengan sasaran.

3. Aset eks-BPPN sebesar Rp8,79 triliun belum ditelusuri keberadaannya dan aset properti eks kelolaan PT PPA sebesar Rp1,12 triliun belum diselesaikan penilaiannya; dan

4. Saldo anggaran lebih (SAL) pada akhir tahun 2012 yang dilaporkan berbeda dengan keberadaan fisik SAL tersebut sebesar Rp8,15 miliar, penambahan fisik SAL sebesar Rp33,49 miliar tidak dapat dijelaskan, serta koreksi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp30,89 miliar tidak didukung dokumen sumber yang memadai .

Selain menyampaikan opini dan alasan pengecualian di atas, BPK melaporkan 12 temuan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dalam LHP SPI LKPP Tahun 2012 dan lima temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam LHP Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan LKPP Tahun 2012.  Rincian temuan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Berkaitan dengan temuan kelemahan SPI dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut di atas, BPK merekomendasikan kepada Pemerintah untuk menindaklanjuti delapan rekomendasi BPK dalam LHP LKPP Tahun 2011 dan  16 rekomendasi terkait temuan pemeriksaan LKPP Tahun 2012. Rincian rekomendasi BPK dapat dilihat pada Lampiran 2.

Mengingat LKPP merupakan konsolidasian dari Laporan Keuangan Kementerian Negar/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN), LHP LKPP juga merupakan gabungan dari LHP LKKL dan LK BUN. Perkembangan opini atas LKKL dan LK BUN dari Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2012 dapat dilihat sebagai berikut.

Opini

Tahun

2008

2009

2010

2011

2012

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

35

45

53

67

69

Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

30

26

29

18

22

Tidak Memberikan Pendapat (TMP)

18

8

2

2

2

Tidak Wajar (TW)

Jumlah LKKL dan LKBUN

83

79

84

87

93

Keterangan : – *) Jumlah entitas pelaporan adalah 94, satu diantaranya yaitu Badan Pengelola Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam belum selesai diperiksa.

Rincian dari opini atas LKKL dan LKBUN tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3;

 BPK juga melaporkan pemantauan tindak lanjut rekomendasi BPK atas pemeriksaan LKPP tahun-tahun sebelumnya. Hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan bahwa dari 33 rekomendasi BPK pada pemeriksaan LKPP Tahun 2007-2010 yang belum selesai ditindaklanjuti, empat telah ditindaklanjuti, 17 rekomendasi masih dalam proses tindak lanjut, dan 12 rekomendasi menjadi tindak lanjut pada LHP LKPP Tahun 2011 karena merupakan temuan yang berulang.

Hasil reviu atas pelaksanaan transparansi fiskal yang dilakukan atas pemenuhan 45 kriteria dalam empat unsur utama yaitu:     (1) kejelasan peran dan tanggung jawab pemerintah; (2) proses anggaran yang terbuka; (3) ketersediaan informasi bagi publik; dan (4) keyakinan atas integritas data yang dilaporkan. Hasil reviu menunjukan pemerintah sudah memenuhi 21 kriteria, belum sepenuhnya memenuhi 23 kriteria, dan tidak memenuhi sebanyak satu kriteria.

 BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI

Format PDF dan Lampiran