Makna Keputusan MK atas Piutang Hapus Buku Bank Negara

Jakarta, Kamis (13 Desember 2012) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menyelenggarakan Diskusi Panel Terbatas dengan tema “Makna Keputusan MK atas Piutang Hapus Buku Bank Negara, Selanjutnya Bagaimana?” di Graha CIMB Niaga pada hari ini (13/12) dengan menghadirkan narasumber Ketua Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA), Gatot M. Suwondo, Deputi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, Irwan Lubis, dan Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan Syariah Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), M. Jusuf Wibisana. Diskusi panel terbatas ini dihadiri oleh Anggota BPK RI, Bahrullah Akbar, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas, dan para pimpinan/pejabat Kementerian Negara BUMN, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, POLRI, Kejaksaan Agung, Komisi XI DPR RI, Bank Indonesia, Mahkamah Konstitusi, Otoritas Jasa Keuangan, Himpunan Bank Milik Negara, Ikatan Akuntan Indonesia, Bank BUMN, Akademisi, serta pejabat di lingkungan BPK RI dan Bank Indonesia.

Permohonan tentang pengujian Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945 telah dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 25 September 2012 lalu melalui Putusan Nomor 77/PUU-X/2012. Berdasarkan putusan MK tersebut piutang bank badan usaha milik negara (BUMN) setelah berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2004, UU BUMN serta UU Perseroan Terbatas (PT) bukan lagi merupakan piutang negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Piutang bank BUMN dapat diselesaikan sendiri oleh manajemen masing-masing bank BUMN berdasarkan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Bank BUMN sebagai perseroan terbatas telah dipisahkan kekayaannya dari kekayaan negara yang dalam menjalankan segala tindakan bisnisnya termasuk pengelolaan piutang masing-masing bank dilakukan oleh manajemen bank dan tidak dilimpahkan kepada PUPN, atau dengan kata lain, piutang negara hanyalah piutang Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, sehingga tidak termasuk piutang badan-badan usaha yang secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara termasuk piutang bank BUMN.

Dalam penyelesaian piutang Bank BUMN, masih terdapat dua aturan yang berlaku yaitu UU Prp Tahun 1960 dan UU Nomor Tahun 2004 juncto UU BUMN dan UU Perseroan Terbatas sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi. Demikian juga dengan adanya ketentuan penyerahan piutang bank BUMN untuk dilimpahkan dan diserahkan ke PUPN telah menimbulkan perlakuan yang berbeda antara debitur bank BUMN dan debitur bank selain BUMN sehingga menurut MK hal ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang terkandung dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Solusi penyelesaian kredit akan membuat neraca bank BUMN lebih sehat karena portfolio kredit macet akan berkurang secara drastis. Disamping itu bank akan lebih memiliki keleluasaan dalam manajemen portfolio selanjutnya dengan tersedianya alokasi baru dari penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) yang sebelumnya dicadangkan untuk kredit macetnya.Namun demikian pelaksanaan hapus tagih piutang bank BUMN atas dasar putusan MK tersebut masih memerlukan kesepakatan dan pemahaman bersama serta “standarisasi” mekanisme hapus tagih agar tidak terjadi selang pendapat dari para stakeholders khususnya dari aspek legalitas, governance dan bisnis yang akhirnya justru menjadi kontra produktif.

Diskusi panel terbatas ini diselenggarakan dengan tujuan untuk : 1) mengumpulkan pendapat dari para stakeholders dan membangun kesamaan pandangan serta kesepakatan dari berbagai aspek terkait implementasi dan legalitas putusan MK tentang penyelesaian piutang bank BUMN; 2) memberikan masukan konstruktif dalam rangka penyusunan ketentuan atau pedoman pelaksanaan bagi bank BUMN sehingga kejelasan pelaksanaan penyelesaian piutang bank BUMN serta mitigasi resikonya dapat segera memberikan keleluasaan bagi Bank BUMN untuk mengelola portfolio kreditnya dengan tetap, memperhatikan prinsip kehati-hatian bank; 3) mengingatkan kembali bahwa BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejehteraan masyarakat, sehingga diperlukan dukungan bersama dari para stakeholders untuk mengoptimalkan peran BUMN tersebut.

BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI

Format PDF