Jakarta, Kamis (27 September 2012) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mengadakan Diskusi Panel dengan tema “Indonesia Menuju Era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial” di Kantor Pusat BPK RI pada hari ini (27/9). Diskusi panel tersebut menghadirkan Anggota VII BPK RI, Drs. Bahrullah Akbar, S.E., M.B.A. sebagai pembicara utama (keynote speech), Anggota Komisi IX DPR RI, Dra. Okky Asokawati, S.Psi., Kepala Biro Dana Pensiun Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Dumoli F. Pardede, M.B.A., dan Direktur Utama PT Jamsostek (Persero), Elvyn G. Masassya, S.E., M.M..
Pembentukan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Penjamin Sosial (BPJS) merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan merupakan transformasi dari empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi rakyat Indonesia. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menyebutkan bahwa Pemerintah perlu membuat peraturan pelaksanaan yang terdiri dari 9 (sembilan) Peraturan Pemerintah dan 9 (sembilan) Peraturan Presiden.
Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyebutkan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS yang dimaksud terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya, dalam ayat (2) dijelaskan bahwa jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar.
BPJS Kesehatan merupakan hasil transformasi dari PT Askes (Persero) yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan merupakan hasil transformasi dari PT Jamsostek (Persero) yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun dan program jaminan kematian. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014. Selanjutnya, paling lambat tahun 2029 akan diikuti dengan pengalihan program pada PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan BPJS diatur dalam Peraturan Pelaksanaan.
Diskusi panel ini diselenggarakan untuk: (1) Mengidentifikasi kesiapan PT Jamsostek (Persero) dalam menghadapi era Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari sisi SDM, kelembagaan, proses bisnis dan pendanaan; (2) Mengidentifikasi kelemahan pelaksanaan asuransi jaminan sosial yang selama ini diselenggarakan; (3) Memberikan pemahaman yang memadai terhadap manfaat yang akan dirasakan oleh pemerintah, peserta, dan masyarakat setelah berjalannya BPJS.
Berdasarkan pasal 6 ayat (1) Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Sejalan dengan tugas pokok tersebut, empat BUMN di bidang Asuransi Sosial yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT Taspen, dan PT Asabri merupakan obyek pemeriksaan BPK RI. Selain itu, BPK RI juga bertugas memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, sebagaimana tercantum dalam pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Terkait dengan pembentukan BPJS, BPK RI mendorong Pemerintah untuk membentuk peraturan pelaksanaan yang mengatur lebih lanjut pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011.
Dalam pemaparannya, Bahrullah Akbar mengungkapkan hasil pemeriksaan BPK RI Tahun 2010 dan 2011 yang relevan dengan isu-isu penting dalam proses transformasi PT Jamsostek (Persero) menuju BPJS, yaitu: (1) PT Jamsostek (Persero) belum efektif mengevaluasi kebutuhan pegawai dan beban kerja untuk mendukung penyelenggaraan program Jaminan Hari Tua (JHT); (2) PT Jamsostek (Persero) belum efektif dalam mengelelola data peserta jaminan sosial tenaga kerja program JHT; (3) Masih perlu membenahi sistem informasi dan teknologi informasi yang mendukung kehandalan data; (4) Badan penyelenggara Jamsostek belum efektif melakukan perluasan dan pembinaan kepesertaan; (5) PT Jamsostek (Persero) tidak efektif memberikan perlindungan dengan membayarkan manfaat JHT kepada 1.024.468 peserta tenaga kerja usia pensiun dengan total saldo JHT sebesar Rp1,85 triliun; (6) Masih terdapat permasalahan dalam distribusi manfaat untuk peserta, antara lain pembentukan dana pengembangan Dana Program Jaminan Hari Tua sebesar Rp7,24 triliun tidak sesuai dengan ketentuan; (7) Hilangnya potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp36,5 miliar; (8) Masih terdapat aset eks investasi bermasalah yang belum diselesaikan secara tuntas statusnya; dan (9) Masih terdapat beberapa kelemahan dalam pemantauan piutang hasil investasi.
Dalam proses menuju transformasi BPJS saat ini, Bahrullah Akbar menekankan bahwa BPK RI memaksimalkan perannya sesuai tugas dan kewenangan yang dimilikinya dengan mempertimbangkan posisi strategis sesuai Undang Undang, seperti pemberian pendapat. Selain itu, optimalisasi peran BPK RI juga dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: (1) Penyelesaian permanen atas temuan BPK RI melalui proses pemantauan tindak lanjut saran atau rekomendasi BPK RI berkaitan dengan temuan (hasil pemantauan dan action plan); (2) Melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas PT Askes (Persero) dan PT Asabri (Persero); (3) Temuan dan saran BPK RI dapat dijadikan perhatian/pertimbangan dalam penyusunan peraturan pelaksanaan UU BPJS maupun aturan-aturan teknis lainnya; dan (4) Koordinasi dan komunikasi yang baik antara BPK RI dan Satuan Pengawas Internal BUMN terkait pemerolehan informasi-informasi yang relevan pada setiap tahap transformasi sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi BPK RI dalam perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan selanjutnya.
Setelah transformasi BPJS, BPK RI akan mengoptimalkan perannya dalam melaksanakan pemeriksaan yang relevan dengan kebutuhan. Selain itu, BPK RI juga akan melakukan komunikasi yang konstruktif dengan pengawas internal BPJS (Dewan Pengawas dan SPI), pengawas eksternal (Dewan Jaminan Sosial Nasional dan Otoritas Jasa Keuangan), serta instansi terkait lainnya dalam hal ini membangun tata kelola keuangan yang baik, tentunya dengan memperhatikan posisi strategis BPK RI.
Sementara itu, dalam diskusi panel ini Okky Asokawati menyampaikan harapan negara, pekerja, dan masyarakat terhadap BPJS. Pada sesi berikutnya, Dumoli F. Pardede juga menuturkan harapan dan manfaat yang diperoleh pemerintah, pekerja, dan masyarakat setelah berlakunya UU BPJS secara efektif mulai 1 Januari 2014. Sedangkan Elvyn G. Masassya membahas mengenai kesiapan PT Jamsostek (Persero) dalam menghadapi era BPJS dari sisi SDM, kelembagaan, proses bisnis dan pendanaan.
BIRO HUMAS DAN LUAR NEGERI BPK RI